Wednesday 16 June 2021

Pengalamanku Sembuh dari Covid 19 (Part 1)

Bismillahirahmanirahim

Postingan ini aku tujukan untuk semua teman-teman penyitas covid yang saat ini sedang berjuang untuk sehat kembali. Karena minimnya orang-orang yang sharing pengalaman saat terpapar covid, maka akupun berinisiatif bikin postingan blog ini. Mudah-mudahan teman-teman semua tidak merasa sendiri, selalu berpikiran positif dan tetap semangat. Badai pasti berlalu, dengan keyakinan dan gaya hidup yang sehat Insha Allah teman-teman semua pasti akan sembuh dari covid 19.

Aku mau cerita tentang bagaimana awal mula aku terpapar covid, gejala yang muncul, apa yang dilakukan selama isoman dan proses pengobatannya hingga dinyatakan negatif. Dan soal gejala lagi-lagi tiap orang berbeda-beda ya, tergantung dari respon imun kita terhadap virus jadi tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya.

Aku dinyatakan positif covid pada 21 November 2020. Tertular dari siapa? Banyak kemungkinan, hanya bisa menduga dan hanya Allah yg tau. Bagaimana kondisi kesehatan tubuhku saat itu dan tertular dari siapakah? Aku saat itu baru saja melahirkan anak pertama. Awal November 2020 cuti melahirkanku habis (usia anakku 3 bulan). Buibu pasti tau sendiri gmn kondisi tubuh pada saat habis lahiran. Capek bukan main, belum lagi waktu tidur yang berkurang karena sering begadang menyusui. Jadi bisa dibilang kondisi tubuh lagi kelelahan dan daya tahan tubuh sedang rendah. Setelah melahirkan aku sangat menjaga asupan makan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas asi. Selalu makan yang sehat-sehat dan bergizi ditambah minum susu asi booster. Aku nggak nambah suplemen apapun sih, padahal badanku super capek dan ringkih. Selama pandemi 2020 dan selama hamil aku selalu bepergian pake mobil. Ketika awal November, cuti melahirkanku habis aku berangkat kantor naik motor dan jarak rumah ke kantor itu 30 menit. Setelah berbulan-bulan nggak motoran, tiba-tiba motoran kembali beraktivitas normal dan badanku kaget. Baru 3 hari berangkat kerja aku sakit demam. Ini aku masih bingung sih demamnya adalah salah satu gejala covid atau murni karena badanku kecapean kaget berangkat kerja lagi. 

Kita mundur dulu 1 minggu sebelum aku berangkat kerja. Sekitar 1 minggu sebelum aku masuk kerja, aku gladi resik dulu ninggalin anak bayi sama yang ngasuh. Buat latian juga kalo nanti aku beneran udah masuk kerja.  Aku bepergian ke beberapa tempat yang punya potensi penularan covid karena rendahnya prokes. Yes, sebelum aku terpapar kesadaranku tentang prokes masih rendah dan minimnya pengetahuan. 

1. Aku pergi ke salon buat potong rambut dan hair smoothing dimana pegawainya nggak ada yg pakai masker, akupun saat itu juga nggak maskeran ketika di hair treatment.

2. Aku pergi ke klinik kecantikan perawatan wajah buat IPL yang mengharuskan aku copot masker. Kalau disini semua pegawainya menerapkan prokes yang ketat. Hanya saja ruang perawatannya di isi oleh beberapa orang pasien. Dan sesama pasien yang lagi perawatan jelas nggak pakai masker kan.

3. Aku pergi buat spa dan massage. Tempatnya menerapkan prokes, semua pegawai pakai masker. Hanya saja aku copot masker pada saat perawatan. Dan ruang perawatan juga ganti-gantian dipakai. Nah aku nggak tau nih, apakah tempat spa-nya melakukan pembersihan ruangan sesuai standar kebersihan yang baik dan benar ketika pergantian customer atau enggak.

Seminggu sebelumnya aku pergi ke tempat-tempat tersebut, kerumah orang tuaku, ditambah aku masuk kantor ketemu dengan rekan kerja. 

Mau cerita sedikit aku sempet kerumah orang tuaku yang mana papahku kontak erat dengan atasan kerjanya yang positif covid. Mamahku udah wanti-wanti dan khawatir takut papahku terpapar juga. Karena papahku kan kerja di luar kota nih, nah kota tempat kerja papahku tuh 'ajaib'. Kalo ada yang positif covid itu disembuyiin dan disimpen rapat-rapat jgn sampai orang lain tau. Bukannya di tracking siapa yang kontak erat malah ditutup2in, dianggep aib. 

3 hari masuk kantor aku demam dan gejala batpil selama 2 hari dan langsung minum paracetamol dan minum obat flu makanya cuma demam 2 hari aja. Setelah udah nggak demam, aku kepala rasanya kleyingan dan itu berlangsung selama 2 mingguan. Tau ya rasanya kleyingan? Nggak ngapa-ngapain aja rasanya pusing kepala muter-muter dan capek. Selama itu pula, aku sempat mengalami kehilangan indera penciuman dan perasa. Kalo nggak salah berlangsung selama 3 hari dan kemudian kembali normal seperti semula. Soal kehilangan penciuman dan perasa itu rasanya bener-bener nggak bisa nyium bau apapun dan merasakan makanan apapun. Bau masakan sama bau bayi habis mandi yang wanginya enak banget itu nggak bisa kecium. Trus soal perasa, itu rasanya kalo makan apapun juga hambar nggak berasa apa-apa. Aku pikir karena efek habis minum obat jadi lidah rasanya hambar. Waktu itu juga gejala kehilangan penciuman dan perasa masih baru-baru banget. Jadi aku nggak ngeh kalau itu salah satu gejala covid. Banyak orang yang kehilangan indera perasa jadi nggak nafsu makan. Kalau sampai nggak makan justru bisa memperparah kondisi kita. Sedangkan aku makan tetep doyan dan banyak. Maklum busui, nggak makan pingsan deh. Aku sempet ngomong ke suami, kok aku nggak bisa nyium bau apa-apa ya sama kalo makan hambar aneh banget. Tapi suami ngadem-ademin mungkin efek habis demam dan minum obat, yaudah akhirnya nggak aku pikirin. Kondisi tiap orang yang mengalami gejala ini juga beda-beda, ada yang berlangsung cuma sebentar kaya aku. Ada juga yang sampai berminggu-minggu. Mungkin karena aku waktu itu cuek dan tetep banyak makan jadi cepet sembuhnya juga kali ya.

Aku sempet curhat ke suami takut kena covid karena rasanya badan aneh, kleyingan nggak berkesudahan. Dan aku nggak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Eh kok ya kebeneran banget di kantor suami ada rapid tes buat pegawai dan anggota keluarga pegawai. Setelah di rapid tgl 17 Nov aku dinyatakan reaktif dan lanjut swab tgl 19 Nov dan dinyatakan positif covid. Sedangkan suami hasil rapid dan swab dinyatakan negatif. Aku dan suami langsung diliburkan dari kantor sampai aku dinyatakan negatif

Rasanya gmn? Kaget tapi disisi lain aku udah bersiap diri karena aku ngerasa badan rasanya nggak beres dan kepirikan takutnya covid. Dan yg paling aku pikirin adalah anak. Gmn kalo terjadi apa2 sama aku, sedangkan anakku masih bayi butuh ibunya 🥺 waktu itu sedih dan potek bgt hati ini rasanya 😭. ART langsung aku liburin dan aku suruh swab di puskesmas. Semua anggota keluarga juga di swab karena habis kontak sama aku. Aku isolasi mandiri di rumah atas rekomendasi dokter karena gejalaku ringan. Dan dipantau oleh dokter kantornya suami. Ditambah saat itu kasus covid di kota ku sedang membludag jadi RS penuh. Di rumah aku bertiga sama suami dan anak. Pada saat yang berdekatan, papahku juga terpapar covid dan mengalami gejala demam tinggi sampai 40 derajat selama 4 hari, jadi langsung di rawat di RS. Jadi semuanya di swab, Alhamdulilah negatif semua. Cuma aku sama papahku yang positif.  Kondisinya pada saat itu aku isoman di rumah bersama dengan suami dan anaku yang statusnya negatif covid. Anakku nggak mungkin dititipin embahnya, karena mamahku dan adik2ku fokus ngurus papahku yang kena covid. Sedangkan mertua duanya juga masih kerja. Suamiku juga nggak mungkin ninggalin aku sendiri isoman dirumah karena dia fokus ngurusin aku sama anak. 

Isoman dirumah bukan berarti aku kendor prokes. Aku termasuk yg disiplin banget karena nggak mau dan jangan sampai suami dan anakku tertular. Apa aja yang aku lakuin selama isoman, ditambah aku serumah dengan suami dan anakku yang baru umur 3 bulan.

1. Aku tidur memisahkan diri. Karena kamar hanya ada 2, suami tidur sama anak, aku tidur dikamar sendiri. Sebisa mungkin meminimalisir keluar kamar. Segala aktivitas dilakukan di dalam kamar, makan tidur dan lainnya. Bagusnya memang seperti sprei dan selimut selalu diganti setiap hari atau kalo nggak mau repot pakai alas kain buat tidur, jadi alas kainnya yang diganti setiap hari. Tapi berhubung aku butuh istirahat, dan nggak mungkin juga nyuruh suami nyuci sprei selimut tiap hari maka aku ganti sprei dan selimut seminggu 2x. Kamar  tempat tidurku juga selalu dibersihkan, di sapu, pel pake detol, dan di semprot desinfektan.  

2. Aku dan suami pakai masker full 24 jam, aku bahkan pakai masker juga saat tidur. Karena pas tidur suka nggak sadar tuh ngiler, bersin apa batuk. Biasanya cuma aku pelorotin sebatas hidung aja kalo pas lagi sumpek. Kamar juga ditutup kan pintunya. Dan yang penting jangan batuk, bersin, meludah sembarangan. Anakku baru umur 3 bulan nggak mungkin maskeran ya. Jadinya aku yang harus menjaga banget jangan sampai lepas-lepas masker. Pakai masker medis dan ganti masker setiap 4-5 jam sekali. Pisahkan limbah maskernya, jangan lupa rusak masker dulu sebelum di buang dan semprot dengan desinfektan ketika akan membuang sampah masker.

3. Karena kamar mandi dirumah cuma ada 1, aku pakai kamar mandi paling akhir urutannya. Jadi biasanya anakku dulu, suami, terakhir aku. Setelah aku pakai kamar mandi baik buat mandi ataupun wudhu selalu semprot dengan desinfektan. Tapi belakangan aku tau ternyata banyak temen-temen yang isoman di rumah solatnya tayamum. Menurutku gapa2 sih karena kondisi darurat apalagi kamar mandi cuma 1 berpotensi menularkan orang lain melalui droplet. Setiap mandi aku selalu tetesin detol antiseptik ke air yang buat mandi. Jadi sementara mandinya pakai ember dulu. Buat mastiin bahwa badanku bener-bener bersih nggak bawa virus keluar dari kamar mandi. Oya, handuk mandi juga aku pisahin jemurannya. Setiap habis pakai aku jemur di dalem kamar dekat jendela. 

4. Sebisa mungkin jangan pakai AC. Gunakan udara alami, sirkulasi rumah harus baik, jendela selalu dibuka setiap hari. Kalau pengalamanku, pakai AC malah jadi memperparah kondisi badan. Justru semakin berkeringat badan semakin bagus.

5. Untuk makan sehari-hari, suamiku yang masak. Belanjanya nitip tetangga. Alhamdulilah tetangga baik-baik banget. Pada ngebantuin kirim makanan, kebutuhan dan bahan mentah buat masak. Beberapa kali juga minta bantuan adik ipar sama mertua buat kirim makanan. Setelah suami masak, aku ambil bagianku dan makan di dalem kamar. Cucian piring bekasku gmn? Ya aku cuci sendiri seperti biasa di wastafel. Sebisa mungkin di cuci sendiri tuh limbah-limbah punya kita. Baik piring kotor maupun baju kotor. Meskipun sebenernya bagusnya dipisahin nyuci piringnya beserta peralatannya. Sejujurnya aku kasian banget sama suami karena dia yg ngurus semuanya. Dari ngurus aku sampai full ngurus anak. Tapi mau gmn aku jg gak bisa deket2 terus sama anak takut menularkan virus.

6. Pisahkan baju kotor! Aku baju2 kotor disimpen kresek di dalem kamar. Kalau udah agak banyak aku cuci di mesin cuci. Karena mesin cuci cuma 1, aku pakai gantian dan setiap nyuci baju selalu aku campurin detol antiseptik. Begitu juga dengan cucian baju anak dan suami selalu dikasih detol. Pokoknya nyuci bajunya misah jangan dibarengin sama baju orang lain. 

7. Menyusui anaknya gmn? Gak masalah! Tetap susui anak kita. Covid tidak menular melalui asi, melainkan droplet ketika kita berbicara, bersin, batuk. Sebelumnya juga aku sudah dikonsulkan ke dokter anak agar tetap menyusui anakku. Seandainya takut menularkan dengan dbf, kita bisa kasih asi perah ke anak kita. Sedih banget pas diceritain temen kalo temenya kena covid dan setiap hari asi nya dibuangin karena takut menularkan lewat asi 😭. Aku selalu pakai masker dan faceshield setiap menyusui. Sebelumnya juga cuci tangan pakai sabun sampai siku. Baju aku nggak ganti, yang penting itu baju bersih nggak buat lap bersin, batuk, liur dll. Tapi emang lebih bagus kalau mau menyusui ganti baju sih. Menyusinya juga aku di ruang tengah. Sebisa mungkin pas menyusui jangan ngomong/ngobrol ya. Diem aja deh pokoknya. Karena takutnya kalo ngomong nanti beresiko menular lewat droplet. Aku maunya sebisa mungkin mengurangi kontak dengan anak. Tapi mau gmn lagi ya, kadang anakku rewel maunya digendong sm mamanya. Akhirnya mau gak mau aku juga gendong2 anak. Ya modal bismilah sama berdoa sm Allah supaya tetap jaga anakku jangan sampai tertular. Pokoknya setiap mau pegang anak wajib selalu cuci tangan, masker, faceshield.

8. Berjemur setiap pagi minimal 30 menit. Sebelum berjemur aku streching dulu minimal 15 menit.

9. Makan makanan sehat dan anget ini wajib! Jangan minum es atau makan makanan dingin.

10. Covid ini belum ada obatnya! Jadi minum obat sesuai gejala yang muncul. Misal demam ya paracetamol. Batuk minum obat batuk, diare minum obat diare, radang ya minum obat radang. Ditambah minum multivitamin dan ramuan herbal kalau perlu.

11. Jangan lupa jaga mood supaya tetap happy, nonton drakor, baca buku, perbanyak ibadah, dan surah yasin setiap hari.

12. Rutinitasku setiap hari selama isoman sebagai berikut:

- Setelah bangun tidur, solat, aku menghirup uap air panas yang ditetesin minyak kayu putih. Menghirupnya sampai uapnya udah nggak berasa lagi. Setelah itu streching min 15 menit dan berjemur min 30 menit.

- Lanjut sarapan, minum air rebusan rimpang-rimpangan (terdiri dr cengkeh, kapulaga, daun salam, jahe, laos, sereh, temulawak) ditambah madu dan perasan lemon. Kalau pengin lebih manis ditambah gula batu. Jeda 1 jam setelahnya aku baru minum obat jika ada gejala yang muncul dan minum multivitamin. Multivitamin yang aku minum saat itu merk becomC dengan dosis sehari 2x setelah makan. Lanjut mandi.

-Makan 3x sehari, upayakan menu lengkap dan tinggi protein ditambah minum susu dan ngemil buah-buahan. Buah yang bagus dikonsumsi bisa jeruk, apel, pisang, alpukat. 

- Air rebusan rimpang diminum 2x sehari setiap pagi dan sore hari. Jadi bekas rebusan yang pagi itu disimpen buat bikin rebusan sore hari.

- Malemnya sebelum tidur juga menghirup uap minyak kayu putih lagi. Oya, setiap ganti masker juga aku tetesin maskernya pake minyak kayu putih. Berhubung pecinta minyak kayu putih jadi aku sering nyium2 aroma minyak kayu putih.

Lanjut ngobrolin soal gejala-gejala covid yang muncul dan obat yang aku konsumsi. Karena kondisiku sedang menyusui jadi nggak boleh sembarangan minum obat. Harus dikonsultasikan dengan dokter.

- Diare ringan selama 2 hari, aku minum entrostop anak syrup.

- Batuk kering ringan selama 7 hari, aku minum silex syrup.

- Radang tenggorokan, aku minum dexamethasone. Radang yang aku rasain termasuknya ringan. Lebih ke tenggorokan yang kering banget makanya sampai agak batuk juga. Alhamdulilah nggak sampai yang buat nelen makanan sakit.

- Lemes dan kelelahan, obatnya adalah tidur dan istirahat. Kebantu juga dengan konsumsi becomC jadi punya tenaga buat beraktivitas. Salah satu gejala khas dari covid adalah badan rasanya lemes kaya nggak bertulang. Maunya tidur terus. Dan juga kelelahan, badan berasa capek padahal aktivitas ringan nggak ngapa-ngapain. Kalau lagi ngerasain ini jangan ngeforsir badan buat aktivitas berat/berlebihan. Akibatnya bisa sampai ngos2an bahkan pusing kalau melakukan aktivitas berat. Nikmatin aja waktu tidurnya karena tandanya badan lagi disuruh istirahat.

- Badan pegel-pegel, demam intermiten (suhu tubuh tiba-tiba anget kemudian normal kembali). Aku konsumsi paracetamol atau ibu profen juga bisa buat ngurangin pegel/ nyeri tubuh. Ditambah tiap mau tidur dibalurin kutus-kutus, minyak kayu putih, sama tempel salonpas. Kalau di aku, pegel2 paling berasa adalah di bagian punggung. Punggung rasanya cuapeek banget kaya habis jadi kuli panggul 😭 makanya sering aku balurin minyak2an yang bisa ngebantu mengurangi pegel2. Bagian tubuh lain yang pegel2 adalah bahu kanan kiri dan dada (bagian atas payudara) rasanya pegel dan berat (mirip kaya orang kena masuk angin berat. Efeknya kadang buat nafas berasa berat. Tapi alhamdulilah nggak sampai sesak nafas, cuma kadang suka berat engep aja buat nafas. Selain itu soal demam intermiten, gejala yang satu ini memang ajaib. Di suatu waktu badan rasanya anget panas kaya orang sakit. Ketika dipegang suhu tubuhnya biasa aja selayaknya orang normal. Waktu di ukur menggunakan termometer juga suhu tubuhnya normal. Tapi badan rasanya kaya orang sakit gitu lo... anehnya lagi nanti beberapa menit kemudian rasanya normal biasa aja. Trus nanti muncul lagi badan rasanya demam. 

- Cemas, gelisah, dan stres. Aku mau ngasih tau kalau covid itu tidak hanya menyerang fisik tapi juga mental si penderita. Orang yang terkena covid rata2 mereka pasti mengalami stres dan kecemasan berlebih. Ini bagian tersulit dari terkena covid menurutku. Kita ingin sembuh dari sakit ini dengan cara meningkatkan imun tubuh. Tapi di sisi lain kita stress. Sedangkan kalau mau imun tubuh kita bagus, kita harus seneng, bahagia, nggak banyak beban pikiran... bener nggak? Dan ini sulit banget buat manajemen pikiran supaya enggak stres dan overthinking. Tau sendiri penyakit ini sedang menjadi pandemi. Di tambah pemberitaan media tentang banyaknya kasus kematian akibat covid. Meskipun kita sendiri tahu, lebih banyak yang sembuh daripada yang meninggal. Tapi tetap aja ada rasa takut yang sulit untuk dijelaskan. Hanya sesama penyitas yang bisa memahami perasaan ini, orang yang belum pernah covid nggak akan pernah paham tentang bagaimana stress dan cemasnya terkena penyakit ini. Mungkin ada beberapa orang yang dia bisa mengatasi hal ini karena bawaan kepribadian (mungkin orangnya cuek, bukan tipikal yang suka ambil pusing). Beda banget sama tipikal orang yang gampang kepikiran kaya aku. 

Meskipun aku dipantau sama dokter kantor, aku juga manfaatin banget aplikasi dokter online. Aku pakai halodoc buat konsultasi dengan dokter mengenai gejala yang muncul (ini gak lagi promosi aplikasi ya hehe). Karena dokter kantor itu dia slowrespon dihubungi. Ya aku maklum karena dia ngurusin orang sejagat. Mana saat itu kasus covid juga lagi tinggi2nya di wilayah tempat tinggalku. Makanya saat aku butuh konsultasi tentang covid aku manfaatin banget pake halodoc. Kadang ngerasa cemas dan takut, di tambah lagi dengan gejala-gejala yang muncul dan bikin aku bingung, harus tanya ke siapa yang paham penyakit ini?? Alhamdulilah dokter-dokternya juga care banget kasih saran ini itu, kasih resep obat juga. Biayanya juga murah sekitar 10rb buat 30 menit konsultasi.

Selama isoman 30 hari aku 3x swab. Swab pertama saat pertama kali ketahuan positif CT ku 33. Seminggu kemudian swab lagi masih positif  dengan CT 27 dan di swab lagi 2 minggu kemudian dengan hasil negatif. Soal nilai CT, banyak orang yang mengkhawatirkan ini. Kalau lihat dari keterangan hasil lab (aku analisa swab di prodia) itu menjelaskan tentang kategori virus apakah kuat, sedang, lemah. Semakin tinggi nilai CT semakin lemah virusnya. Nah yang terjadi padaku, swab kedua justru nilai CT nya menurun. Bisa jadi sedang terjadi puncak infeksi. 

"Tapi sebenernya nggak perlu dikhawatirkan tentang CT ini, karena nilai CT tidak mempengaruhi kesembuhan. Jangan berfokus mikirin nilai CT, yang paling penting adalah fokus buat meningkatkan imun tubuh." Ini kata salah satu dokter yang aku chat di halodoc. Yah kata2 dokter itu sungguh menenangkanku.

Yang paling penting kita harus pahami bahwa penyakit ini dari Allah, Allah pula yang akan memberikan kesembuhan pada kita. Obat dan dokter hanyalah perantara. Yang utama adalah mintalah kesembuhan pada Sang Pemberi Kehidupan.

Setelah sembuh dan dinyatakan negatif, aku jadi banyak belajar tentang penyakit ini tentunya lewat sumber terpercaya. Aku follow IG nya dokter Adaninggar, sppd. Beliau dokter spesialis penyakit dalam dan banyak sharing seputar covid. Yang pastinya, apa yang beliau paparkan bisa dipertanggungjawabkan. Sumbernya valid, informasinya lengkap. Pokoknya udah paket lengkap pake banget tuh kalau baca postingan IGnya. Teman2 bisa follow IG beliau juga di @ningzsppd supaya bisa dapet informasi yang valid, dan mudah2an bagi yang gak kena covid pun bisa membuka pikiran teman2 supaya tetap waspada. Nggak pernah kena covid pun belum berarti aman dan menjamin, hehe. 

Oya, sekitar awal Mei aku bergabung dengan komunitas Covid Survivor Indonesia (CSI) di grup telegram. Komunitas ini dibentuk sebagai ajang sharing dan juga suppport satu sama lain bagi para penyitas covid. Jujur aja sejak bergabung aku merasa punya keluarga dan nggak sendirian. Karena yg paling bisa memahami dan berempati adalah mereka, para penyitas itu sendiri. Mau curhat sampai berbusa pun pada mereka yang nggak pernah kena covid, nggak akan paham rasanya. Posisi kita adalah sebagai pemberi pelajaran kepada mereka yang tidak terkena covid. Alasan aku bergabung pun karena aku terkena long covid syndrom pada awal bulan Maret. Dan alhamdulilah sekarang aku udah vaksin. Kapan2 akan aku ceritain juga soal long covid syndrom dan vaksinasi di postingan terpisah. 

Sementara cuma itu yang bisa aku sampaikan di sini. Aku akan bikin postingan selanjutnya tentang long covid dan vaksinasi. Tetap semangat buat para penyitas covid, sending virtual hug! ❤



Continue reading Pengalamanku Sembuh dari Covid 19 (Part 1)