Thursday 8 September 2016

Kakang Mbekayu Banyumas, Sudahkah Membawa Nama Banyumas?

Mencoba merefleksikan fungsi dari agenda wajib tahunan kakang mbekayu Banyumas, sudahkan agenda ini mampu membawa nama Banyumas melalui kakang dan mbekayu yang terpilih? Bagaimana anggapan para peserta? Apakah agenda ini hanya sebagai sarana untuk eksis semata atau mereka yang berinisiatif mengikuti memiliki jiwa untuk mengabdi demi memajukan nama Banyumas?

Pertanyaan yang cukup menggelitik pikiran saya adalah, sudahkah kakang mbekayu Banyumas yang resmi terpilih telah diposisikan secara tepat? Yang tidak hanya sebagai maskot Banyumas tetapi juga sebagai komunikator yang efektif menyampaikan pesan kepada publik bahwa Banyumas memiliki potensi yang luar biasa di lihat dari berbagai sisi, baik dari pariwisata, budaya, maupun kuliner. Sudah saatnya agenda kakang mbekayu Banyumas dijadikan ajang untuk menunjukkan bakat dan prestasi kaum muda untuk mengabdi selama setahun penuh kepada daerah asalnya.

Mari kita telusuri satu persatu untuk menjadikan agenda tahunan ini menjadi sesuatu yang berkualitas dan juga dapat menjadi sarana untuk menarik wisatawan. Kandidat yang berkualitas, bermula dari proses seleksi yang benar. Panitia perlu memberikan kualifikasi peserta yang jelas baik secara fisik maupun skill, dan berikan syarat mutlak bahwa kakang mbekayu Banyumas adalah mereka yang orang tulen asli Banyumas. Lahir dan besar di Banyumas, disertai ciri khasnya yakni logat bahasa ngapak. Tidak lucu bukan, jika maskot Banyumas tetapi berasal dari kota lain misalnya? Yang notabene mereka hanya orang rantau dan sedang menuntut ilmu di Banyumas. Mereka yang terpilih nantinya akan menjadi perwakilan Banyumas.

Tidak munafik, persyaratan secara fisik juga perlu di dukung. Bagaimana cara mengetahui kondisi fisik peserta? Pencantuman foto ukuran post card dapat dilakukan dengan menampilkan foto tampak depan, samping kanan dan samping kiri.  Selain itu, tingkat kecerdasan peserta tidak kalah penting. Panitia dapat memberikan syarat pendaftaran yang mewajibkan peserta untuk menulis essay dengan tema-tema kepariwisataan maupun budaya misalnya.

Secara umum, alur proses rekrutmen dapat dipahami sebagai berikut: proses pendaftaran, seleksi administrasi, proses interview, fokus group discussion, terakhir pengumuman peserta yang lolos. Birokrasi perekrutan yang benar dan clear akan menghasilkan kandidat yang berkualitas.

Setelah proses seleksi administrasi selesai dilakukan, peserta yang terpilih akan dihadapkan pada proses interview. Untuk mewawancarai peserta tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Diperlukan orang-orang yang berpengalaman dan ahli dalam bidang human resource. Dalam hal ini panitia dapat menggunakan pihak ketiga yakni agensi yang bergerak di bidang human resource, ataupun memanfaatkan aktor-aktor Banyumas yang mereka memiliki keahlian dalam bidang ini. Lolos dari proses interview, tahapan selanjutnya adalah focus group discussion. Tahapan ini sangat penting untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecerdasan peserta, jiwa kepemimpinan dan kemampuannya menjadi problem solver.

Menentukan indikator yang perlu dikuasai oleh calon kakang mbekayu Banyumas juga tidak kalah penting. Character building perlu dilakukan selama proses karantina sebelum hari H. Misalnya pihak penyelenggara memberikan syarat 10 indikator yang perlu dikuasai calon kakang mbekayu yang meliputi atittude, pengetahuan umum, minat dan bakat, pemecahan masalah, kepemimpinan, aksi sosial, kebudayaan, pariwisata, dan bahasa.

Untuk mendidik calon kakang mbekayu tersebut mari kita libatkan orang-orang asli Banyumas yang berpotensi dan ahli dalam bidangnya. Mereka yang terpilih jangan sampai menjadi kakang mbekayu yang instan terbentuk hanya dalam waktu singkat. Jadikan kesan bahwa menjadi kakang mbekayu Banyumas merupakan suatu prestasi bergengsi yang luar biasa dan dapat menambah nilai plus bagi mereka yang pernah menduduki posisi ini. Jika bukan kita yang peduli dengan Banyumas, lalu siapakah yang akan peduli?


Continue reading Kakang Mbekayu Banyumas, Sudahkah Membawa Nama Banyumas?

Tuesday 6 September 2016

Rich Dad, Poor Dad by Robert Kyiosaki: Kecerdasan Finansial Perlu dibangun Sejak Dini

Ada yang udah pernah denger buku ini?? Yap ini buku best seller banget, dan isinya juga luarr biasa!
Aku udah punya buku ini sejak awal kuliah S1. Sebenernya yang beli adik aku sih, dan udah ngejongkrok di rak buku adik aku sejak lama. Pas lihat bukunya nggak begitu tertarik, cuma penasaran aja sama buku ini karena jadi best seller di salah satu toko buku terkemuka dan setiap kesana pasti liat buku ini tercetak banyak banget. Waktu tanya adik aku, ini buku apa sih? Rich dad poor dad, ayah miskin ayah kaya? Aku mikirnya buku ini bakal membahas tentang perjuangan ayah-ayah di dunia untuk meraih kesuksesan *halah* Dan adikku pun menjawab, ini ceritanya tentang perbedaan pola asuh ayah terhadap anak antara ayah yang kaya dengan ayah yang miskin tuh beda pola asuhnya pokoknya bagus deh. Ooohhh jadi buku tentang parenting ya?? Nggak tertarik sama sekali waktu denger penjelasan adikku. Alhasil aku cuekin buku ini bertahun-tahun lamanya tanpa berminat membaca.

Enam tahun kemudian ketika posisi aku udah kuliah S2 semester 2, aku pergi jalan-jalan ke toko buku sambil nemenin temenku beli buku (dia suka banget baca buku & punya koleksi buku banyak banget). Disana terjadilah percakapan antara aku dengan temenku, "Kamu udah baca buku ini belum? (sambil pegang buku rich dad poor dad)." Aku jawab " Aku punya sih tapi belum pernah baca." Dia bilang lagi, "Baca dong i, bagus banget tau ini tentang kecerdasan finansial yang diajarkan oleh ayah ke anak." Dasar mata ijo ya, denger kata-kata finansial langsung melek banget dan menggebu-gebu pengen baca bukunya.

Akhirnya pas mudik ke rumah aku baca bukunya, dan ternyata iya bagus banget. Bikin aku punya pengetahuan baru tentang kecerdasan finansial sekaligus menyesal, kenapa aku nggak baca buku ini dari dulu? Coba adik aku ngejelasinnya lebih menarik pasti aku langsung baca, hahaha!

Secara garis besar buku ini menceritakan tentang Robert Kyiosaki yang memiliki 2 ayah. Pertama ayah kandungnya yaitu ayah yg miskin, dan ayah teman dekatnya yaitu ayah yg kaya. Kedua ayah ini memiliki pola asuh yg berbeda dalam mengajarkan Robert tentang keuangan. Perbedaan pola asuh kedua ayahnya sangat mempengaruhi Robert dalam memandang dan berfikir tentang uang. 

Aku tertarik banget dengan istilah "perlombaan tikus" atau aku sebut juga dengan "lingkaran setan" istilah sadisnya dan juga pemahaman akan "asset dan liabilitas." Sebagai orang awam, melihat kehidupan yang seperti "perlombaan tikus" adalah sesuatu yg sangat wajar. Aku pun berfikir setiap orang pasti mengalami hal seperti itu. Mereka menikah, punya istri/suami dan anak kemudian pekerjaan dengan gaji tertentu sekaligus punya kartu kredit. Kemudian tanggungan bertambah dan harus mencukupi kebutuhan ini dan itu. Dengan gaji yang segitu-segitu aja akhirnya mereka berhutang sana-sini atau menggunakan kartu kreditnya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Setelah itu gaji-gaji mereka hanya digunakan untuk membayar hutang dan tagihan-tagihan setiap bulannya. Hal ini terjadi secara terus menerus sehingga mengakibatkan seseorang tidak dapat menikmati penghasilan untuk dirinya sendiri. Iya sedih ya hidup begini, dan itulah yang terjadi pada sebagian besar orang.

Aku setuju dengan pemikiran Robert jika semakin dewasa kita, harus semakin menekan pengeluaran jangan justru semakin menghambur-hamburkan uang dengan gaya hidup mewah ala sosialita. Kita harus hidup sesederhana mungkin dengan memikirkan baik-baik uang kita akan dikeluarkan untuk apa serta apa untung/manfaatnya untuk diri kita. Ketika kita telah dewasa, harus mampu membedakan mana kebutuhan prioritas dan mana "keinginan". Karena kadang-kadang kita membeli sesuatu bukan berdasarkan butuh, tapi berdasarkan keinginan semata. Dan namanya keinginan pasti berhubungan dengan hawa nafsu untuk membeli. Nahh.. kalau udah gini banyak-banyaklah berlindung kepada Tuhan YME dari dorongan hawa nafsu untuk menghamburkan uang!!

Inti utamanya adalah mengeluarkan uang seminimal mungkin untuk diri sendiri. Misalkan nih kita udah punya baju banyak, terus pengin beli baju lagi. Kalau bisa baju-baju yang lama dan jarang terpakai lebih baik di garage sale atau disumbangkan untuk orang-orang yang membutuhkan. Tentunya sikap seperti ini akan menjadikan kita pribadi yang efektif, nggak menumpuk barang-barang sampai bejibun banyaknya. Dan paling penting kita juga harus memikirkan, sekiranya kalau kita membeli barang tersebut apakah akan bermanfaat atau mubadzir?? Tapii meskipun kita berusaha menekan pengeluaran, jangan lupa tetaplah beramal/bersedekah. Karena amal dan sedekah adalah peluang untuk membuka pintu rejeki yang lebih besar.

Kita beralih ke pembahasan antara aset dan liabilitas. Aset seperti yang kita ketahui adalah harta yang kita miliki. Sedangkan liabilitas adalah kewajiban yang harus kita bayarkan. Apa saja yang termasuk dalam aset? Mungkin bagi sebagian besar orang akan menyebutkan mobil, motor, dan rumah sebagai aset. Yaa.. akupun dulu berpikiran seperti itu. Namun tidak bagi Robert Kyosaki. Mobil, motor dan rumah adalah liabilitas yang harus kita bayarkan tagihan-tagihannya. Misalnya kita punya mobil, ketika punya mobil kita harus memiliki dana ekstra untuk merawat mobil tersebut. Seperti membeli bensin, servis mobil, membetulkan jika ada kerusakan, membayar pajak. Semua hal tersebut mengakibatkan kita mengeluarkan uang yang tidak ada hentinya. Begitu juga dengan motor dan rumah, mereka adalah liabilitas bagi kita.  Untuk bisa menekan liabilitas kita harus pintar-pintar dalam mengelola keuangan dan berusaha untuk tidak menambah liabilitas lagi.

Lalu apa yang disebut sebagai aset? Aset adalah sesuatu yang mendatangkan uang bagi kita. Misalnya kita memiliki usaha yang telah mandiri dan tanpa campur tangan kita setiap bulannya mendatangkan pemasukan. Atau bisa jadi rumah sebagai aset, jika  memiliki rumah yang disewakan dan memberikan pemasukan bagi kita.  Robert juga menjelaskan tentang sistem gali lubang dan tutup lubang (gali lubang tutup lubang ini sebutanku sendiri sih). Misalkan ketika kita menambah sebuah liabilitas, kita harus memiliki dana dari aset yang mampu menutupnya. Jadi penambahan liabilitas ini tidak akan mengurangi penghasilan utama kita setiap bulannya.

Sebenarnya jika konsep Robert Kyosaki ini bisa diterapkan secara penuh dalam kehidupan sehari-hari.. menambah aset sebanyak-banyaknya dan menekan liabilitas semaksimal mungkin, besar kemungkinan kita  bisa memperoleh financial freedom. Tapi menerapkan hal ini juga gak gampang ya, banyak cobaan dan godaan. Belum lagi mencoba beralih dari kebiasaan lama dan turun-temurun dilakukan ke sebuah kebiasaan baru yang benar-benar masih asing diterapkan. Semoga saja perlahan tapi pasti banyak orang yang bisa menerapkan pemikiran Robert Kyosaki ini.
Happy Financial Freedom!!
Continue reading Rich Dad, Poor Dad by Robert Kyiosaki: Kecerdasan Finansial Perlu dibangun Sejak Dini